berita industri

Baterai Sodium-ion: Peluang dan Tantangan

2024-04-07

Kebangkitan baterai natrium-ion suhu kamar

     Karena banyaknya cadangan natrium (Na) di kerak bumi dan sifat fisikokimia natrium dan litium yang serupa, penyimpanan energi elektrokimia berbasis natrium mempunyai potensi besar untuk penyimpanan energi skala besar dan pengembangan jaringan listrik. Misalnya, sel aktivitas penelitian baterai tanpa emisi suhu tinggi berdasarkan sistem Na/NiCl2 dan sel Na–S suhu tinggi, yang merupakan kasus komersial yang sukses untuk aplikasi stasioner dan seluler, telah menunjukkan potensi baterai isi ulang berbasis natrium. Namun, suhu pengoperasian yang tinggi, yaitu sekitar 300 °C, menyebabkan masalah keamanan dan menurunkan efisiensi bolak-balik baterai natrium-ion (SIB). Oleh karena itu, SIB suhu ruangan (RT) secara luas dianggap sebagai teknologi alternatif yang paling menjanjikan dibandingkan LIB.


      Sepanjang sejarah baterai dalam 200 tahun terakhir, penelitian tentang SIB dilakukan secara intensif bersamaan dengan pengembangan LIB. Aktivitas elektrokimia TiS2 untuk litium dan kelayakannya untuk penyimpanan energi pertama kali dikemukakan pada tahun 1970an. Menyusul penemuan ini, kemampuan ion Na untuk dimasukkan ke dalam TiS+2 baru disadari pada awal tahun 1980an. Dengan ditemukannya grafit sebagai bahan anoda berbiaya rendah dan berkapasitas sedang untuk LIB dan kegagalan interkalasi ion natrium, perkembangan LIB yang pesat terjadi pada tahun 1990-an, menggantikan pertumbuhan kimia natrium. Kemudian, pada tahun 2000, ketersediaan penyimpanan natrium dalam karbon keras (HC), yang akan menghasilkan kapasitas energi serupa dengan Li dalam grafit, membangkitkan kembali minat penelitian terhadap SIB.


Perbandingan baterai Sodium-ion dan baterai Lithium-ion

     Kebangkitan SIB—ditambah dengan tekanan yang terus meningkat akibat kurangnya ketersediaan cadangan litium dan peningkatan biaya yang terkait—memberikan strategi pelengkap bagi LIB. SIB telah mendapatkan perhatian penelitian yang semakin besar, dipadukan dengan pencapaian mendasar dalam ilmu material, dalam upaya memenuhi peningkatan penetrasi teknologi energi terbarukan. Komponen sel dan mekanisme reaksi elektrokimia SIB pada dasarnya identik dengan LIB, kecuali pembawa muatannya, yaitu Na di satu dan Li di yang lain. Alasan utama pesatnya ekspansi kimia material SIB dianggap berasal dari kesamaan sifat fisikokimia antara dua logam alkali.


      Pertama, prinsip operasi dan konstruksi sel SIB serupa dengan LIB komersial, meskipun Na berfungsi sebagai pembawa muatan. Ada empat komponen utama dalam SIB yang khas: bahan katoda (biasanya senyawa yang mengandung Na); bahan anoda (tidak harus mengandung Na); elektrolit (dalam bentuk cair atau padat); dan pemisah. Selama proses pengisian, ion natrium diekstraksi dari katoda, yang biasanya berupa oksida logam berlapis dan senyawa polianionik, dan kemudian dimasukkan ke dalam anoda, sementara arus mengalir melalui sirkuit eksternal dalam arah yang berlawanan. Saat pemakaian, Na meninggalkan anoda dan kembali ke katoda dalam proses yang disebut sebagai “prinsip kursi goyang”. Kesamaan ini memungkinkan pemahaman awal dan pertumbuhan pesat dalam teknologi SIB.


      Selain itu, jari-jari ion Na yang lebih besar membawa keuntungan tersendiri: peningkatan fleksibilitas kepositifan elektrokimia dan penurunan energi de-solvasi dalam pelarut polar. Kesenjangan yang lebih besar dalam jari-jari ionik antara Li dan ion logam transisi biasanya menyebabkan kegagalan fleksibilitas desain material. Sebaliknya, sistem berbasis natrium memungkinkan struktur padat lebih fleksibel dibandingkan sistem berbasis litium, dan memiliki konduktivitas ionik yang sangat besar. Contoh tipikalnya adalah β-Al2O3, dimana interkalasi Na mempunyai ukuran yang sempurna dan konduktivitas yang tinggi. Oksida logam transisi yang lebih berlapis dengan cara penumpukan M+x+ yang berbeda dapat dengan mudah direalisasikan dalam sistem berbasis natrium. Demikian pula, beragam struktur kristal yang dikenal dalam keluarga konduktor ionik natrium (NaSICON) jauh lebih rumit dibandingkan dengan analog litium. Lebih penting lagi, konduktivitas ionik yang jauh lebih tinggi diperbolehkan dalam senyawa NaSICON, yang jauh melebihi konduktivitas ionik dalam senyawa konduktor ion litium (LiSICON).


      Yang terakhir, penyelidikan sistematis dengan pelarut polar aprotik yang berbeda telah menunjukkan bahwa jari-jari ion Na yang lebih besar menyebabkan energi desolvasi yang lebih lemah. Li yang lebih kecil memiliki kerapatan muatan permukaan di sekitar inti yang lebih tinggi dibandingkan Na ketika keduanya memiliki valensi yang sama. Oleh karena itu, Li distabilkan secara termodinamika dengan berbagi lebih banyak elektron dengan molekul pelarut polar. Artinya, Li dapat digolongkan ke dalam jenis asam Lewis. Akibatnya, diperlukan energi desolvasi yang relatif tinggi untuk Li yang sangat terpolarisasi, yang menyebabkan resistensi transfer yang relatif besar yang disebabkan oleh pengangkutan Li dari wujud cair (elektrolit) ke wujud padat (elektroda). Karena energi desolvasi berkaitan erat dengan kinetika transfer yang terjadi pada antarmuka cair/padat, energi desolvasi yang relatif rendah merupakan keuntungan yang signifikan untuk merancang SIB berdaya tinggi.





X
We use cookies to offer you a better browsing experience, analyze site traffic and personalize content. By using this site, you agree to our use of cookies. Privacy Policy
Reject Accept